1.
Subjective territoriality
Menekankan bahwa
keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan
penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
2.
Objective territoriality
Menyatakan bahwa hukum
yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan
memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
3.
Nationality
Menentukan bahwa negara
mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
4.
Passive Nationality
Menekankan jurisdiksi
berdasarkan kewarganegaraan korban.
5.
Protective Principle
Menyatakan berlakunya
hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari
kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila
korban adalah negara atau pemerintah.
6.
Universality
Asas ini selayaknya
memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber.
Asas ini disebut juga sebagai “universal
interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap
negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini
kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.